Friday 6 October 2017

Tetapan Distribusi Iod Dalam Sistem Kloroform-air




A.      Judul Percobaan
Tetapan Distribusi Iod dalam Sistem Kloroform-Air

B.       Tujuan Percobaan
Menentukan tetapan distribusi iod dalam pelarut air-kloroform dengan cara ekstraksi Batch.

C.      Landasan Teori
Ekstraksi pelarut menyangkut distribusi suatu zat terlarut (Solut) di antara 2 fasa cair yang tidak saling bercampur. Teknik ekstraksi sangat berguna untuk pemisahan secara cepat dan “bersih” baik untuk zat organic maupun zat anorganik. Cara ini juga dapat digunakan untuk analisis makro maupun mikro. Selain untuk kepentingan analisis kimia, ekstraksi juga banyak digunakan untuk pekerjaan-pekerjaaan preparatif dalam bidang kimia organik, biokimia, dan anorganik di laboratorium (Soebagio, 2002:34).
Ekstraksi cair-cair (Liquid-Liquid Extraction (LLE)) adalah sistem pemisahan secara kimia fisika dimana zat yang akan di ekstraksi, dalam hal ini asam-asam karboksilat atau asam-asam lemak bebas yang larut dalam fasa air, dipisahkan dari fasa airnya terlebih dahulu dengan menggunakan pelarut organik, yang tidak larut dalam fasa air, secara kontak langsung baik kontinyu maupun diskontinyu (Putranto, 2011:746).
Diantara berbagai jenis metode pemisahan, ekstraksi pelarut atau disebut juga ekstraksi air merupakan metode pemisahan yang paling baik dan populer. Alasan utamanya adalah bahwa pemisahan ini dapat dilakukan baik dalam tingkat makro ataupun mikro. Teknik ini dapat digunakan untuk kegunaan preparatif, pemurnian, memperkaya, pemisahan serta analisis pada semua skala kerja. Mula-mula metode ini dikenal dalam kimia analisis, kemudian berkembang menjadi metode yang baik, sederhana, cepat dan dapat digunakan untuk ion-ion logam yang bertindak sebagai tracer (pengotor) dan ion-ion logam dalam jumlah makrogram (Khopkar, 1990: 90).
Untuk memahami prinsip-prinsip dasar ekstraksi, harus terlebih dahulu dibahas berbagai istilah yang digunakan untuk menyatakan keefektifan pemisahan. Untuk suatu zat terlarut A yang didistribusikan antara fase tak-tercampurkan a dan b hukum distribusi (partisi) Nerust menyatakan, bahwa asal keadaan melekulnya sama dalam kedua cairan dan temperatur adalah konstan:
Dimana KD adalah sebuah tetapan yang dikenal sebagai koefesien distribusi (koefisien partisi). Hukum ini seperti dinyatakan di atas secara termodinamis tidaklah benar-benar tepat (misalnya, tak diperhitungkan aktivitas dari berbagai spesi itu, dan karenanya diharapkan hanya akan berlaku dalam larutan encer dimana angka banding aktivitas itu mendekati satu), tetapi merupakan suatu pendekatan yang berguna. Pada penerapan praktis ekstraksi pelarut ini, kita tentukan dalam memperhatikan fraksi zat terlarut total dalam fase satu atau yang lainnya, tidak peduli bagaimanapun cara-cara disosiasi, atau interaksinya dengan spasi-spasi lain yang terlarut (Basset, 1994 : 165).
Dalam ekstraksi berlaku hukum distribusi, menyatakan bahwa jika ke dalam sistem dua cairan tidak saling bercampur ditambahkan senyawa ketiga, maka senyawa ini akan terdistribusi ke dalam dua cairan tersebut. Contoh Iod dapat larut dalam kloroform , jika larutan dikocok dengan kloroform maka akan terdistribusi ke dalam ion air dan kloroform. Setelah tercapai keadaan setimbang, maka perbandingan konsentrasi iod dalam air dan dalam kloroform akan tetap pada suhu yang tetap pula (Tim Dosen Analitik, 2017 : 5).
Hukum distribusi atau partisi dapat dirumuskan bila suatu zat terlarut terdistribusi antara dua pelarut yang tak dapat campur, maka pada suatu temperature yang konstan untuk setiap spesi molekul terdapat angka banding distribusi yang konstan antara kedua pelarut itu, dan angka banding distribusi ini tidak bergantungpada spesi molekul lain apapun yang mungkin ada. Harga angka banding berubah dengan sifat dasar kedua pelarut, sifat dasar zat terlarut, dan temperature (Svehla, 1990:140).
Hukum Fase Gibb’s menyatakan bahwa P + V = C = 2 dimana P = fase, C = komponen, V = derajat kebebasan. Pada ekstraksi pelarut, kita mempunyai P = 2, yaitu fase air dan organic, C = 1, yaitu zat terlarut di dalam pelarut dan fase air pada temperature dan tekanan tetap, sehingga V = 1. Jadi kita dapatkan ; 2 + 1 =  1 + 2, yaitu P + V = C + 2.Menurut hukum distribusi Nernst, jika [X1] adalah konsentrasi zat terlarut dalam fase 1 dan [X2] adalah konsentrasi zat terlarut dalam fase 2, maka pada kesetimbangan X1 dan X2 di dapat KD  dimana KD = koefisien partisi. Partisi atau koefisien distribusi ini tidak bergantung pada konsentrasi total zat terlarut pada kedua fase tersebut. Pada persamaan di atas kita tidak menuliskan koefisien aktivitas zat pada fase organic maupun dalam fase air larutan (Khopkar, 1990: 85-86).
Zat-zat tertentu lebih mudah larut dalam pelarut-pelarut tertentu dibandingkan dengan pelarut-pelarut yang lain.. Lagipula bila cairan tertentu seperti karbon disulfida dan air jika dikocok bersama-sama dalam suatu bejana dan campuran itu kemudian didiamkan, maka kedua cairan akan memisah menjadi dua lapisan. Jika iod dikocok bersama suatu campuran karbon disulfida dan air kemudian didiamkan, maka iod akan dijumpai terbagi dalam kedua pelarut itu. Suatu keadaan kesetimbangan terjadi antara larutan iod dalam air dan larutan iod dalam karbon disulfida (Svehla, 1985: 139).
Titrasi iodometri di gunakan Na2S2O3 0,01 N sebagai titran yang sebelumnya telah di standarisasi terlebih dahulu dengan kalium dikromat agar di ketahui normalitas sebenarnya dari Na2S2O3 yang di gunakan. Volume tiosulfat yang di gunakan pada saat titrasi menjelaskan bahwa volume tiosulfat tersebut akan terus mengalami peningkatan seiring bertambahnya waktu pada pemanasan pada saat pengujian (Suandi, 2017: 71-72).
Larutan natrium tiosulfat sebagai larutan standar sekunder harus dititrasi dengan larutan standar primer. Larutan standar primer yang dapat digunakan untuk menstandarisasi larutan natrium tiosulfat adalah kalium dikromat (K2Cr2O7) dalam larutan asam encer (0,2 – 0,4 M). kalium bikromat (KBrO3), atau kalium iodat (KIO3). Kelemahan dari penggunaan KIO3 dan KBrO3 sebagai larutan standar primer adalah massa ekivalennya yang kecil. Massa ekuivalen KIO3 adalah 35,67, dan  KBrO3 adalah 27,84. Untuk dapat meminimalkan kesalahan yang  biasanya sampel ditimbang dalam jumlah besar dan dilarutkan dalam labu ukur (Pursitasari, 2014: 178).
Sebagai indikator digunakan kanji yang merubah warna sesuatu larutan yang mengandung iodin menjadi biru. Untuk menentukan jumlah klor aktif, iodin yang telah dibebaskan oleh klor aktif tersebut dititrasikan dengan larutan standard natriumtiosulfat sesuai reaksi diatas. Titik akhir titrasi dinyatakan dengan hilangnya warna biru dari larutan. Asam asetik (HAs) harus digunakan untuk menurunkan pH larutan sampai 3 atau 4 (Rahmayani, 2013:2).

D.    Alat dan Bahan
1.      Alat
a.       Buret 50 mL                                                          2 buah
b.      Statif dan klem                                                     5 set
c.       Corong pisah 250 mL                                           3 buah
d.      Labu erlenmeyer tutup asa                                    6 buah
e.       Pipet volume 25 mL                                              1 buah
f.       Pipet volume 5 mL                                                1 buah
g.      Ball pipet                                                               1 buah
h.      Pipet tetes                                                             3 buah
i.        Stopwatch                                                             1 buah
j.        Gelas kimia 50 mL                                                1 buah
k.      Botol semprot                                                       1 buah
l.        Corong biasa                                                         1 buah
m.    Lap kasar                                                               1 buah
n.      Lap halus                                                               1 buah
2.    Bahan
a.       Larutan natrium tiosulfat (Na2S2O3) 0,1 N
b.      Larutan Iod (I2) 0,1 N
c.       Kloroform (CHCl3)
d.      Indikator amilum (C6H10O5)n
e.       Aquades (H2O)
f.       Tissu

E.       Prosedur Kerja
1.    Standarisasi larutan iod 0,1 N
a.    Larutan iod 0,1 N sebanyak 10 mL dimasukkan ke dalam Erlenmeyer.
b.    Konsentrasi iod yang sebenarnya ditentukan dengan titrasi iodometri, digunakan larutan standar Na2S2O3.
c.    Titrasi dilakukan sebanyak 3 kali.
2.    Menentukan tetapan distribusi iod dalam pelarut air-kloroform
a.    Sebanyak 3 buah corong pisah beserta statif disediakan.
b.    Masing-masing corong pisah diisi dengan 25 mL larutan Iod yang konsentrasi sebenarnya telah diketahui.
c.    Masing-masing corong pisah ditambahkan 25 mL kloroform, kemudian dikocok selama 15 menit.
d.   Corong pisah didiamkan hingga kedua pelarut terpisah kembali.
e.    Lapisan klorofom (lapisan bawah) dikeluarkan dan ditampung dalam Erlenmeyer bertutup asah.
f.     Lapisan air (lapisan atas) juga ditampung dlaam Erlenmeyer bertutup asah.
g.    Lapisan kloroform (lapisan bawah) dititrasi dengan larutan standar Na2S2O3 hingga warna merah coklat dalam lapisan tersebut hilang (tiitrasi dilakukan tanpa indicator amilum).
h.    Lapisan air (lapisan atas) dititrasi dengan Na2S2O3 dengan indicator amilum.

F.       Hasil Pengamatan
1.      Standarisasi  larutan iod 0,1 N
No
Aktifitas
Hasil Pengamatan
1.

2
10 mL iod 0,1 N di masukkan ke dalam erlenmeyer.
Larutan iod di standarisasi dengan larutan natrium tiosulfat (Na2S2O3)

Larutan berwarna kuning

Volume Na2S2O3 yang digunakan
Titrasi I      :   19,40 mL
Titrasi II     :   19,40 mL
Titrasi III    :   19,20 mL
2.      menentukan tetapan distribusi iod dalam pelarut air – kloroform
No
Aktifitas
Hasil Pengamatan
1.

2.



3.


4.



5.


24 mL iod dimasukkan ke dalam corong pisah
25 mL iod + 25 mL CHCl3 (ungu)



Larutan di kocok selama 15 menit dan di diamkan

Lapisan atas (I2 dalam H2O) dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 N dengan menggunakan indikator amilum

Lapisan bawah (I2 dalam CHCl3) dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 N tanpa menggunakan indikator amilum
Larutan berwarna kuning

Terbentuk dua lapisan
Lapisan atas       :    air (H2O)
Lapisan bawah   :    kloroform (CHCl3)
Terbentuk dua lapisan
Lapisan atas       :    I2  dalam H2O
Lapisan bawah   :    I2 dalam CHCl3 
Volume Na2S2O3
Titrasi I              :    19,00 mL
Titrasi II             :   19,00 mL
Titrasi III            :   19,20 mL
Volume Na2S2O3 yang digunakan
Titrasi I              :     24,00 mL
Titrasi II             :     23,80 mL
Titrasi III            :     24,00 mL

G.      Analisis Data
a.         Penentuan Konsentrasi Iod Sebenarnya
Dik      :      N tio       =  0,1 N
                   V tio       =  V1  + V2  + V3
                                                             3
                                  =  19,40 mL  +  19,40 mL  +  19,20 mL
                                                             3
                                  =  58 mL
                                          3
                                  =  19,33 mL
                   V iod      =  10 mL
Dit       :      N iod…?
Peny :         N  iod     =  (N x V) tio
                                         V iod
                                  =  0,1 N  x  19,33 mL
                                              10 mL
                                  =  1,933 N
                                  10
                                  =  0,1933 N
b.         Konsentrasi Iod dalam masing-masing pelarut
1.        Corong 1
LapisanKloroform
Dik :      N tio                  =  0,1 N
              V tio                  =  24 mL
              V iod                 =  25 mL
Dit  :      N iod…?
Peny :    N  iod                =  (N x V) tio
                                               V iod
                                        =  0,1 N  x  24 mL
                                                        25 mL
                                        =  2,4 N
                                               25
                                        =  0,096 N
Lapisan air
Dik :      N tio                  =  0,1 N
              V tio                  =  19 mL
              V iod                 =  25 mL
Dit  :      N iod…?
Peny :    N  iod                =  (N x V) tio
                                               V iod
                                        =  0,1 N  x  19 mL
                                                        25 mL
                                        =  1,9 N=  0,076 N
                                               25
2.        Corong 2
Lapisan Kloroform
Dik :      N tio                  =  0,1 N
              V tio                  =  23,80 mL
              V iod                 =  25 mL
Dit  :      N iod…?
Peny :    N  iod                =  (N x V) tio
                                               V iod
                                        =  0,1 N  x  23,80 mL
                                                        25 mL
                                        =  2,38 N
                                               25
                                        =  0,0952 N
Lapisan air
Dik :      N tio                  =  0,1 N
              V tio                  =  19,40 mL
              V iod                 =  25 mL
Dit  :      N iod…?
Peny :    N  iod                =  (N x V) tio
                                               V iod
                                        =  0,1 N  x 19,40 mL
                                                        25 mL
                                        =  1,94 N    
                                               25
                                        =  0,0776 N
3.        Corong 3
Lapisan Kloroform
Dik :      N tio                  =  0,1 N
              V tio                  =  24 mL
              V iod                 =  25 mL
Dit  :      N iod…?
Peny :    N  iod                =  (N x V) tio
                                               V iod
                                        =  0,1 N  x  24 mL
                                                        25 mL
                                        =  2,4 N
                                               25
                                        =  0,096 N
Lapisan air
Dik :      N tio                  =  0,1 N
              V tio                  =  19,20 mL
              V iod                 =  25 mL
Dit  :      N iod…?
Peny :    N  iod                =  (N x V) tio
                                               V iod
                                       
=  0,1 N  x  19,20 mL
                                                        25 mL
                                        =  1,92 N    
                                               25
                                        =  0,0768 N
c.         Penentuan Tetapan Distribusi Iod (KD)
Konsentrasi Iod dalam Kloroform   = C1
Konsentrasi Iod dalam air                = C2
1)        Corong 1
Dik      : C1        =  0,096 N
              C2        =  0,076 N
Dit       : KD……?
Peny    :  KD       =   C1
                                         C2
                              =   0,096N
                               0,076 N
                          =   1,263
2)        Corong 2
Dik      : C1        =  0,0952 N
              C2        =  0,0776 N
Dit       : KD……?
Peny    :  KD       =   C1
                                         C2
                              =   0,0952 N
                               0,0776 N
                          =   1,227
3)        Corong 3
Dik      : C1        =  0,0960 N
              C2        =  0,0768 N
Dit       : KD……?
Peny    :  KD       =   C1
                                         C2
                              =   0,0960 N
                               0,0768 N
                          =   1,250


H.      Pembahasan
Percobaan tetapan distribusi iod dalam system kloroform-air dilakukan dengan tujuan untuk menentukan tetapan distribusi iod dalam pelarut air-kloroform dengan cara ekstraksi batch.
1.        Penentuan konsentrasi iod sebenarnya
Penentuan konsentrasi iod sebenarnya dilakukan untuk mengetahui konsentrasi iod sebenarnya sebelum dan sesudah distandarisasi. Prinsip dasar dalam percobaan ini yaitu didasarkan pada reaksi reduksi oksidasi, karena percobaan ini dilakukan dengan cara titrasi iodimetri yaitu titrasi redoks secara langsung yaitu iod secara langsung dititrasi oleh natrium tiosulfat tanpa adanya penambahan pelarut berlebih. Prinsip kerja dalam percobaan ini yaitu penitrasian.
Larutan iod merupakan larutan standar sekunder yang perlu distandarisasi terlebih dahulu karena konsentrasinya mudah berubah atau tidak stabil dalam penyimpanan. Kestabilan larutan mudah dipengaruhi oleh pH yang rendah. Larutan iod merupakan suatu zat pereduksi yang cukup kuat dengan persaman reaksi:
I2 + 2e                          2I-
Larutan iod distandarisasi dengan larutan  larutan standar Na2S2O3  karena merupakan larutan standar primer dan merupakan pengoksidasi yang cukup kuat.
Reaksi  natrium tiosulfat sebagai berikut:
Na2S2O3                      2 Na+ + S2O32-
2 S2O32-                       S4O62- + 2e
Larutan iod yang distandarisasi dengan Na2S2O3  menghasilkan larutan yang berwarna kuning. Titrasi harus dilakukan dengan cepat untuk meminimalisasi terjadinya oksidasi iodida oleh udara bebas dan juga saat pengocokan dalam proses titrasi harus konstan dan cukup kuat untuk menghindari terjadinya penumpukan tiosulfat yang dapat menyebabkan terjadinya dekomposisi atau penguraian tiosulfat untuk menghasilkan belerang. Terbentuknya reaksi ini dapat diamati dengan adanya belerang dan larutan menjadi bersifat koloid. Pada saat melakukan titrasi ditambahkan indikator amilum. Pengocokan pada saaat titrasi sangat diperlukan karena untuk menghindari penumpukan tiosulfat pada area tertentu. Penggunaan indikator amilum pada percobaan ini karena amilum merupakan indikator redoks khusus yang digunakan sebagai petunjuk telah terjadi titik ekivalen pada titrasi iodometri. Hal ini disebabkan warna biru gelap dari kompleks iodin amilum merupakan warna yang spesifik untuk titrasi iodometri. Tujuan penambahan indikator amilum yaitu untuk mengetahui titik akhir titrasi yang ditandai perubahan warna dari warna cokelat menjadi bening dan juga untuk mengadsorbsi amilum dan meningkatkan kompleks amilum I2 yang sangat lambat terdisosiasi.
Penambahan amilum dilakukan pada saat menjelang titik akhir titrasi untuk mencegah banyaknya I2 yang terabsorbsi oleh amilum. Jika ditambahkan diawal titrasi maka banyak I2 yang teradsorbsi oleh amilum. Pada percobaan ini larutan berubah menjadi bening. Hal ini sesuai dengan teori dimana jika terjadi perubahan warna menandakan bahwa semua iodida yang dibebaskan telah bereaksi dengan natrium tiosulfat. Persamaan reaksinya adalah:
Oksidasi          : 2 S2O32-                     S4O62- + 2e
Reduksi           : I2 + 2e                       2 I– 
Redoks            : 2 S2O32- + I2              S4O62- + 2 I
Sehingga reaksi lengkapnya adalah:
2Na2S2O3(aq) + I2(s)              Na2S4O6(aq) + 2 NaI(s)
            Titrasi dilakukan sebanyak 3 kali agar data yang diperoleh lebih akurat dan untuk membandingkan antara volume Na2S2O3 pada saat titrasi. Volume Na2S2O3 yang digunakan pada titrasi 1,2, dan 3 berturut turut adalah 19,40 mL, 19,40 mL, dan 19,20 mL. Volume titran rata-rata yang diperoleh adalah 19,33 mL dengan normalitas iod sebesar 0,1933 N yang berarti dalam 1 mL larutan terdapat 0,2176  mmol ekivalen iod. Hal ini tidak sesuai dengan nilai normalitas iod yang digunakan yaitu 0,1 N dan telah sesuai dengan teori bahwa larutan iod merupakan larutan standar sekunder yang konsentrasinya mudah berubah-ubah dalam penyimpanan
2.        Penentuan tetapan distribusi iod
Penentuan tetapan distribusi iod dilakukan untuk mengetahui apakah zat I2 akan lebih lebih terdistribusi ke dalam fasa air atau ke dalam fasa organik. Prinsip dasar dari percobaan ini yaitu distribusi zat terlarut I2 ke dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur yaitu pelarut air-kloroform. Hal ini sesuai dengan hukum Nerst, bahwa jika ke dalam sistem dua fasa cair yang tidak dapat saling bercampur dimasukkan solut yang dapat bercampur ke dalam dua fasa cairan tersebut maka akan terjadi pembagian kelarutan. Perbandingan konsentrasi I2 dalam kedua pelarut tetap dan merupakan ketetapan yang disebut dengan tetapan distribusi atau Kd (Soebagio, 2002: 34). Prinsip kerjanya adalah pencampuran, pengocokan, pemisahan dan pengamatan.
Percobaan ini dilakukan dengan mencampurkan larutan iod  dengan kloroform kemudian dimasukkan ke dalam corong pisah dan dikocok kuat-kuat agar iod dapat terdistribusi dengan sempurna baik kedalam air maupun dalam kloroform. Air berasal dari larutan iod yang sedikit masih mengandung air. Metode ini biasa disebut ekstraksi batch (ekstraksi bertahap). Semakin lama  dan semakin kuat kocokan maka iod yang terdistribusi juga semakin banyak. Larutan kemudian didiamkan dan dibiarkan terpisah hingga membentuk dua lapisan dalam corong pisah. Lapisan atas adalah lapisan air yang berwarna ungu dan lapisan bawah adalah kloroform yang berwarna coklat. Pemisahan ini terjadi karena perbedaan kepolaran dan massa jenis dari kedua fasa tersebut, dimana air bersifat polar dan kloroform nonpolar. Dan juga massa jenis air 1 g/cm3 dan massa jenis kloform 1,49 g/cm³.
Masing-masing lapisan kemudian dititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat 0,1 N. Titrasi larutan kloroform dilakukan tanpa penambahan indikator amilum karena iod sudah bersifat autoindikator yaitu dapat menjadi indikator bagi dirinya sendiri. Volume larutan  Na2S2Oyang digunakan adalah 28,5 mL, 29 mL dan 28,5 mL. Kemudian lapisan air dititrasi dengan  Na2S2O3 lalu ditambahkan indikator amilum. Selanjutnya dititrasi hingga larutan berwarna bening.
Adapun reaksi yang terjadi yaitu:
Na2S2O3                      2 Na+ + S2O32-
Oksidasi          : 2 S2O32-                     S4O62- + 2e-
Reduksi           : I2 + 2e-                       2 I-                  
Redoks            : 2 S2O32- + I2              S4O62- + 2 I-
Adapun reaksi lengkapnya adalah:
 2Na2S2O3(l) + I2(l)                    Na2S4O6(l) + 2 NaI(l)
Adapun reaksi amilum yang terjadi pada lapisan I2 dalam air:
Description: Hasil gambar untuk reaksi amilum dengan iod

Hasil yang diperoleh yaitu pada lapisan CHCl3 volume tiosulfat yang digunakan pada titrasi corong I yaitu 24,00 mL dengan konsentrasi Iodsebesar 0,096 N, corong II yaitu 23,80 mL dengan konsentrasi Iod sebesar 0,0952dan corong III yaitu 24,00 mL dengan konsentrasi Iod sebesar 0,096 N. Dan pada lapisan air volume tiosulfat yang digunakan pada titrasi corong I yaitu 19,00 mL dengan konsentrasi Iod sebesar 0,076 N, corong II yaitu 19,40 mL dengan konsentrasi Iod sebesar 0,0776 N dan corong III yaitu 19,20 mL dengan konsentrasi Iod sebesar 0,0768 N.Perbedaan normalitas iod yang terdistribusi dengan normalitas iod sebenarnya disebabkan karena pengocokan yang kurang maksimal pada corong pisah dan cara pemisahannya yang seringnya lapisan air bercampur dengan lapisan kloroform.
koefisien distribusi yang diperoleh pada corong pisah pertama, Kd1 =1,263, corong pisah kedua Kd2 =1,227dan corong pisah ketiga Kd3 = 1,250. Diperoleh koefisien distribusi iod Kd > 1, yang artinya iod lebih banyak terdistribusi ke fase organik (kloroform) daripada ke fase air. Reaksi yang terjadi
I2 (CHCl3)                               I2 (H2O)
2Na2S2O3 + I2                         2 NaI +  Na2S4O6

I.     Penutup
1.     Kesimpulan
            Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa nilai koefisien distribusi iod dalam sistem kloroform-air sebesar 1,246 yang menunjukkan bahwa iod lebih banyak terdistribusi ke dalam kloroform.
2.      Saran  
praktikan selanjutnya diharapkan agar melakukan titrasi dengan baik agar mendapat hasil yang baik dan juga praktikan diharapkan lebih memanfaatkan waktu seefisien mungkin agar praktikum dapat selesai sebelum batas waktu yang ditentukan.



DAFTAR PUSTAKA

                                                                                                           
Basset J., R.C. Denny., G.H.Jeffrey., dan J. Mendham. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik edisi 4. Jakarta: EGC.

Khopkar. 2010. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.    

Putranto, Agus M.H., 2012. Metoda Ekstraksi Cair-Cair Sebagai Alternatif untuk Pembersihan Lingkungan Perairan dari Limbah Cair Industri Kelapa Sawit. Jurnal Gradien. Vol. 8. No. 1

Pursitasari, I.D. 2001. Kimia Analitik Dasar. Bandung: Alfabeta.
Rahmayani, Fatimah dan Siswarni MZ. 2013. Pemanfaatan Limbah Batang Jagung sebagai Adsorben Alternatif pada Penguraian Kadar Klorin dalam Air Olahan (Treated Water). Jurnal Teknik Kimia USU. Vol. 2, No. 2.
Suandi, D.A.P., Ni M.S., dan Anak A.B.P. 2017. Analisis Bilangan Peroksida Minyak Sawit Hasil Gorengan Tempe pada Berbagai Waktu Pemanasan dengan Titrasi Iodometri. Jurnal Kimia. Vol. 11. No. 1.
Soebagio., Endang Budiasih., M. Sodiq Ibnu., Hayuni Retno Widarti., dan Munzil. 2002. Kimia Analitik II. Malang: Universitas Negeri Malang.

Svehla, G. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro Dan Semimikro. Jakarta: PT. Kalman Media Pusaka.

Tim Dosen Kimia Analitik II. 2017. Penuntun Praktikum Kimia Analitik II. Makassar: FMIPA UNM




0 comments:

Post a Comment